Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkembangan Dakwah Islam di Indonesia

Perkembangan Islam di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia. Karena dengan munculnya Kerajaan Islam, masyarakat di bawah perlindungan Kerajaan secara tidak langsung membuat masyarakat mengenal dan mendukung Islam. Berikut pembahasan perkembangan Islam di Nusantara.

Sumatra

Daerah kepulauan pertama yang dimasuki Islam adalah pantai barat Sumatera dan daerah Pasai di Aceh Utara.Kemudian kerajaan Islam pertama berdiri di dua daerah ini, yaitu Kerajaan Islam Perak dan Samudra Pasai. Sebab, Sumatera bagian utara terletak di tepi Selat Malaka yang dilalui kapal-kapal dagang dari India hingga China.
Perkembangan Dakwah Islam di Indonesia

 

Menurut Prof. Ali Hasmi, penduduk asli Aceh, yang mempresentasikan makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Provinsi Aceh” yang diadakan pada tahun 1978, kerajaan Islam pertama adalah Kerajaan Perak. Namun, beberapa sejarawan lain sepakat bahwa Samudra Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara, yang raja pertamanya adalah Sultan Malik al-Saleh (memerintah 1261-1297 M). Sultan Malik al-Saleh sendiri lahir Marah Silu. Setelah menikahi putri Raja Perlak, ia masuk Islam karena pertemuan dengan Syarif di Mekkah, yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik al-Saleh.

Pasai terus berkembang di bidang politik, ekonomi, dan budaya. Hubungannya dengan pelabuhan Malaka yang kala itu merupakan kerajaan kecil menjadi begitu ramai sehingga di sana pun komunitas Islam tumbuh sejak abad ke-14 Masehi.

Samudra Pasai

Dengan pesatnya perkembangan Kerajaan Samudra Pasai, perkembangan Islam juga mendapat perhatian dan dukungan penuh. Ulama dan misionaris tersebar di seluruh nusantara, termasuk pedalaman Sumatera, pesisir barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore, dan Maluku pulau-pulau lainnya.

Kerajaan Samudra Pasai di bawah pimpinan Panglima Gajah Mada diserang oleh Majapahit namun berhasil dipukul mundur. Terlihat dari hal tersebut bahwa kekuatan Paxi saat itu cukup kuat. Itu tidak ditaklukkan oleh Portugis sampai tahun 1521 dan diduduki selama tiga tahun. Selain itu, Kerajaan Samudra Pasai dipengaruhi oleh Kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal sebagai kabupaten Aceh Besar).

Munculnya Kerajaan Baru Aceh yang berpusat di Pelabuhan Aceh Darussalam hampir bersamaan dengan kemunduran Kerajaan Malaka akibat pendudukan Portugis. Di bawah kepemimpinan 4 Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim. Kerajaan Aceh terus melangkah. Para pedagang muslim yang semula berdagang dengan Malaka mengalihkan aktivitasnya ke Aceh. Puncak kejayaan kerajaan terjadi pada masa pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam (1607-1636 M).

Kerajaan Aceh berperan penting dalam menyebarkan Islam ke seluruh Nusantara. Para misionaris lokal dan Timur Tengah melanjutkan usahanya menyebarkan ajaran Islam ke seluruh nusantara.

Hubungan antara Kerajaan Aceh dan Timur Tengah terus berkembang. Tidak hanya para sarjana dan pengusaha Arab saja yang datang ke Indonesia, tetapi banyak orang Indonesia sendiri yang ingin mempelajari Islam datang langsung ke sumber Mekkah atau Madinah. Pada awal abad ke-16, kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar ke Timur Tengah. Bahkan pada tahun 974 Masehi atau tahun 1566 Masehi, dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyl (Aceh) yang berlabuh di pelabuhan Jeddah. Persaudaraan yang erat antara Aceh dan Timur Tengah juga membuat Aceh mendapat julukan “Serambi Mekkah”.

Pulau Jawa

Penemuan makam Fatimah binti Maimun yang meninggal pada tahun 1101 M di daerah Leran/Gresik dapat menjadi tonggak awal masuknya Islam di tanah Jawa. Hingga pertengahan abad ke-13, hanya ada sedikit bukti arkeologi atau sumber asing tentang masuknya Islam ke Jawa. Baru pada akhir abad ke-13 M hingga abad-abad berikutnya, terutama setelah Majapahit mencapai puncaknya, semakin banyak ditemukan bukti proses perkembangan Islam. 
 
Contohnya penemuan makam Islam di Troloyo, Trowulan dan Gresik, serta berita Mahuan (1416 M) tentang umat Islam yang tinggal di Gresik. Hal ini membuktikan adanya proses penyebaran Islam dari daerah pesisir dan kota pelabuhan ke pedalaman dan tengah kerajaan Majapahit. Sebuah batu nisan Muslim ditemukan di Kerajaan Majapahit, yang membuktikan adanya penyebaran agama Islam di Kerajaan Majapahit berdekatan dengan kompleks makam para bangsawan Majapahit.

Perkembangan masyarakat muslim di sekitar Majapahit sangat erat kaitannya dengan perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan dengan umat Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di kerajaan Samudra Basai dan Malaka. Pada masa-masa selanjutnya, perkembangan Islam di Jawa dilakukan oleh para ulama dan misionaris yang kemudian dikenal dengan nama Wali Sanga (Sembilan Orang Suci). Wali Sanga dkk.:

1.    Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
2.    Raden Rahmat (Sunan Ampel)
3.    Raden Aniul Yaqin atau Raden Paku (Sunan Giri)
4.    Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang)
5.    Raden Syahid (Sunan Kalijaga)
6.    Raden Qasim/Raden Syarifudin (Sunan Drajat)
7.    Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)
8.    Ja'far Shadiq (Sunan Kudus)
9.    Raden Umar Said (Sunan Muria)
Pada paruh pertama abad ke-16 M, pulau Jawa jatuh ke tangan Islam. Di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar al-Fatah atau Raden Patah, rakyat merasa aman dan damai dengan dukungan Kesultanan Demak. Setelah periode Shiva Buddha dan animisme berakhir, kehidupan mereka menemukan tuntunan dan tujuan yang nyata. Mereka juga memiliki kepastian hidup, bukan karena kewibawaan sultan, tetapi karena kepastian aturan hukum, yaitu hukum Islam.

Salokantara dan Jugul Muda adalah dua ketetapan berdasarkan hukum Islam yang menghadapi ketentuan negara alternatif Majapahit di mana semuanya setara sebagai Khalifah Allah. di dunia ini. Sultan Demark sadar dan dengan tulus tahu bahwa mereka dikendalikan oleh otoritas ulama atau wali. Ulama menjabat sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai penasehat Sudan.

Dalam versi lain Wali Sanga dibentuk sekitar 1474 M oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat), Usman Haji (ayah Sunan Kudus), Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai mubalig keliling.

Di samping wali-wali tersebut, masih banyak ulama yang dakwahnya satu koordinasi dengan Sunan Ampel, hanya saja sembilan tokoh Wali Sanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya. 

Pulau Sulawesi

Pada abad ke-15, Pulau Sulawesi sudah didatangi oleh para pedagang muslim dari Sumatra, Malaka, dan Jawa. Di Sulawesi terdapat kerajaan-kerajaan yang besar dan terkenal, yaitu Kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang. Letak Gowa Tallo berada di Kota Makassar, maka Gowa Tallo disebut juga Kerajaan Makassar, yang istananya terletak di Sumba Opu.

Pada tahun 1562-1565 M, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama, Kerajaan Gowa Tallo berhasil menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Mar Mandar, dan Luwu. Pada masa itu, di Gowa Tallo telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat muslim dalam jumlah yang cukup besar. Kemudian atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran dan pengembangan Islam menjadi lebih intensif dan mendapat kemajuan yang pesat. Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. Beliau menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Ternate, bahkan secara pribadi beliau bersahabat baik dengan Sultan dari Ternate. 

Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan dan diislamkan. Demikian juga Bone, berhasil ditaklukkan pada tahun 1611 M. Sejak saat itu Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Para pedagang dari barat yang hendak ke Maluku singgah di Gowa untuk mengisi perbekalan, bahkan kemudian rempah-rempah dari Maluku dapat diperoleh di sana, terkadang dengan harga yang lebih murah daripada di Maluku. 

Gowa menjadi pelabuhan dagang yang luar biasa ramai, sehingga sering disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan mancanegara. Hal ini tentu saja mendatangkan keuntungan yang sangat besar, ditambah lagi persembahan dan upeti dari daerah-daerah taklukannya, sehingga Kerajaan Gowa pun menjadi kerajaan yang kaya raya dan disegani pada masanya. 

Pulau Maluku dan Sekitarnya

Baabullah

Islam telah masuk dan berkembang di Maluku antara tahun 1400-1500 M (abad ke-15), dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa. Mereka yang sudah beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren di Jawa Timur untuk mempelajari Islam. Adapun raja-raja dari kerajaan di Maluku yang masuk Islam sebagai berikut. a. Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).

a.    Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam menyiarkan Islam di Kepulauan Maluku, Papua, bahkan sampai ke Filipina.
b.    Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
c.    Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
d.    Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin pada tahun 1520.
Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Papua yang disiarkan oleh raja-raja Islam di Maluku, para pedagang, dan para mubalig yang juga berasal dari Maluku. Daerah-daerah di Papua yang dimasuki Islam adalah Miso, Jalawati, Pulau Waigeo, dan Pulau Gebe.

Pulau Kalimantan

3011 Pulau Kalimantan yang letaknya lebih dekat dengan Pulau Sumatra dan Jawa ternyata menerima kedatangan Islam lebih belakangan dibanding Sulawesi dan Maluku. Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat kerajaan-kerajaan Hindu yang berpusat di Negara Dipa, Daha, dan Kahuri yang terletak di hulu Sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang Raja Majapahit menikah dengan Putri Tanjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam kitab negara kertagama karya Empu Prapanca

Menjelang kedatangan Islam, Kerajaan Daha diperintah oleh Maha Raja Sukarama. Setelah beliau meninggal digantikan oleh PangeranTumenggung. Hal ini menimbulkan

Tidak Mengidentikkan Islam dengan Kekerasan

Sebagai agama rahmatan lil 'alamin, Islam akan mengantarkan kerahmatan bagi alam semesta. Dakwah islamiah harus dilakukan dengan cara yang baik, tidak dengan kekerasan. Demikian halnya sesama umat Islam seharusnya saling menjalin ukhuwah, tidak boleh merasa benar sendiri sehingga menimbulkan konflik. Digunakan

Motode Dakwah yang luwes

Keberhasilan dakwah ulama-ulama di Indonesia, tentunya tidak terlepas dari metode yang mereka aplikasikan dalam pelaksanaan di lapangan. Dapat dikatakan bahwa metode dakwah ulama-ulama di Indonesia tidak terlepas dari metode dakwah yang santun, moderat, bi al-hikmah wa al-mau'izat al-hasanah.

Memasukkan Ajaran Islam dalam Berbagai Aspek Kehidupan

`Ajaran Islam bersifat terbuka sehingga dapat masuk dalam berbagai aspek kehidupan, seperti politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Dengan berpedoman pada Al-Qur'an dan hadis, umat Islam dapat menerapkan prinsip-prinsip pada kedua sumber tersebut untuk diterapkan dalam bidang lain.
Internalisasi Nilai Islam Sesuai Nilai Budaya Lokal

Islam dianggap mampu memadukan nilai budaya lokal, regional, dan nasional. Oleh karena itu, Islam yang berkembang di Indonesia tampil dengan corak khas Indonesia. Demikian halnya, ketika Islam masuk ke beberapa daerah di tanah air, memiliki karakter yang kuat dengan masing-masing daerahnya.
Pemurnian Ajaran Islam Hendaknya Terus Berjalan

Dakwah islamiah kepada umat Islam tetap perlu dilakukan. Tujuannya, agar mereka selalu menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Demikian halnya jika dalam pengalaman agama mereka terjadi kekeliruan karena pengetahuan yang terbatas atau kebiasaan yang salah harus diluruskan.

Posting Komentar untuk "Perkembangan Dakwah Islam di Indonesia"